De-Aniesasi Itu Jahat
KEMPALAN: INI bukan sekadar perkara menghilangkan jejak kinerja yang ditinggalkan Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta, tapi lebih dari itu. Lebih pada hak-hak warga yang dihilangkan, atau dihapus lewat kebijakan dengan berbagai alasan dimunculkan.
De-Aniesasi namanya, seperti dihadirkan lewat Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang seperti punya tugas khusus untuk itu. Heru Budi memang pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi), bukan langsung pilihan warga Jakarta lewat Pilkada. Maka keterikatan Heru Budi seolah menempel hanya pada Presiden Jokowi.
Menjadi keharusan jika Heru Budi cukup hanya menjalankan kebijakan yang dibuat gubernur sebelumnya, Anies Baswedan, yang dipilih lewat Pilkada. Meneruskan pembangunan jangka panjang, khususnya yang dibuat lewat Peraturan Gubernur (Pergub). Heru Budi mestinya cukup merawat dan memastikan kelanjutan keberlangsungan pembangunan yang telah dicanangkan. Tapi yang terjadi tidak demikian.
BACA JUGA: Tsunami Anies Baswedan, Rasanya Mustahil Bisa Dibendung
Anggaran jalur sepeda dihapus dari APBD 2023. Padahal pembangunan perpanjangan jalur sepeda, itu tertuang dalam Pergub Nomor 25 Tahun 2022, tentang Rencana Pembangunan Daerah (RPD) DKI Jakarta, Tahun 2022-2023, yang ditandatangani Anies pada 10 Juni 2022. Upaya Heru Budi menghapusnya, itu mengabaikan Pergub yang sudah dibuat, bahkan tanpa alasan bisa disampaikan, itu mengherankan.
Heru Budi mestinya sadar bahwa sebagai pejabat gubernur, ia hadir dari hasil penunjukan penguasa. Artinya, ia tidak punya legitimasi secara demokratis. Makna yang lebih jauh lagi, ia tidak boleh melakukan langkah sesukanya. Tapi langkah yang dilakukan Heru Budi, justru langkah sebaliknya.
