Muhammadiyah: Rahmatullah wa Baarakatuh bagi Bangsa Indonesia
KEMPALAN: HARI ini adalah hari kedua persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah menyelenggarakan Muktamar Nasional 48 di Solo. Memasuki usianya yang ke 110, persyarikatan besar ini sedang melakukan reposisi peran agar tetap relevan dengan lansekap multi-dimensi yang sedang mengalami disrupsi besar-besaran oleh kehadiran internet, kerusakan lingkungan, resesi global, dan konflik perang nuklir. Ancaman perang ini kini makin bergeser ke Asia Timur pada saat China bangkit menjadi kekuatan ekonomi dan militer baru yang menantang Barat. Ummat manusia kini menghadapi ancaman eksistensial yang serius sebagai spesies yang paling terorganisir.
Pada saat wacana global dan nasional masih membawa sisa2 ketakutan -jika bukan kebencian- terhadap Islam, ketiga ancaman perubahan itu akan secara langsung mempersoalkan Islam Berkemajuan sebagai nilai utama yang selama 5 tahun terakhir ini digelorakan oleh persyarikatan Muhammadiyah di tengah mitra, pesaing dan pelanggannya yang berubah. Pada saat pimpinannya masih didominasi oleh para baby boomers, Muhammadiyah juga sulit mengabaikan peran generasi nettizens yang kini menyusun bonus demogarafi bangsa ini. Diperlukan rumusan nilai utama baru agar persyarikatan ini tetap relevan dengan konstelasi global saat ini.
BACA JUGA: Buang Limbah ke Laut? Itu Tindakan Amoral
Generasi muda dibingungkan olen wacana politik indentitas menjelang Pemilihan Umum 2024. Ketidakpedulian pada politik sebagai hasil proyek depolitisasi ummat Islam sejak Orde Baru masih meninggalkan persoalan serius Muhammadiyah. Politik sebenarnya bukan sekedar seni meraih kekuasaan, namun politik Islam adalah upaya menanamkan nilai2 Islam dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai amanat para pendiri bangsa yang termaktub dalam UUD45 sebelum diganti oleh UUD2002 yang liberal kapitalistik.