Khayelitsha Afsel yang Berbeda

waktu baca 7 menit
Salah satu sudut Khayelitsha yang indah

Jika dulu hanya orang-orang hitam, saat ini sudah beragam. Penduduknya saat ini, terdiri atas: Afrika Hitam 98,6%, Berwarna 0,6% , India/Asia 0,1%, Putih 0,1%, Lainnya 0,6%.

Gubuk bertumpuk

Bagi warga Jakarta, khususnya yang tinggal di Jakarta Selatan, Kelurahan Guntur dan Setiabudi. Di era 1960-80an, pinggir-pinggir kali Malang, dari Manggarai-Petamburan, wabil khusus dari ujung Timur jalan Sultan Agung hingga Jl. Blora, rumah- rumah dari kardus, berbentuk kotak- kotak, berdiri, memadat, dan bertumpuk-tumpuk.

Di situlah tinggal orang-orang dari daerah yang merantau. Tidak memiliki pekerjaan hingga tak punya uang untuk mengontrak rumah sungguhan. Mereka membangun perkampungan tak layak huni.

BACA JUGA: Selamat Jalan Abangku

Karena tuntutan ekonomi, tidak sedikit wanitanya yang menjadi pekerja sex komersial, dan tak sedikit pula kriminalisasi terjadi. Memang tidak semua, tapi karena ada yang melakukan hal itu, maka dampaknya mereka semua dicap sama.

Nah, Khayelitsha pun demikian. Tidak seluruhnya mereka yang tinggal di situ orang miskin. Orang yang tidak berpendidikan.

Tapi, karena mayoritas miskin dan lebih dari 95 persen rumahnya terbuat dari seng- seng, kardus-kardus, serta papan bekas dan papan bekas. Lalu bentuknya pun kotak-kotak, maka lengkaplah stigma orang yang melihatnya demikian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *