Agus Romli Kembangkan Ludruk Lewat Generasi Milenial
SURABAYA-KEMPALAN: Seni Ludruk harus tetap lestari, minimal arek Suroboyo harus paham ludruk, lebih hebat lagi nom-noman (anak muda) atau generasi milenial Suroboyo banyak yang bisa main ludruk termasuk kidungan sekaligus parikannya. Demikian pandangan aktifis seni ludruk Surabaya Agus Romli.
Cak AR sapaan akrab Agus Romli yang pensiunan PNS Pemkot Surabaya ini mengakui, tidak mudah mengajak kawula muda Surabaya melestarikan seni tradisional ludruk termasuk kidungannya.
“Saya pernah membuat diklat parikan untuk pelajar dalam rangka memperkenalkan elemen di kalangan pelajar Surabaya, ya sayang hanya berjalan satu kali saja, padahal. Inginnya berkali-kali hahaha,” ujar Agus Romli
Ia juga tercatat sebagai koordinator ludruk sempalan Surabaya. “Ludruk itu saya dirikan ketika masih belum purna tugas,” imbuh Pria yang masuk PNS Kanwil Deppen Jatim tahun 1985.
Menurut pandangan Agus Romli, pelestarian dan pengembangan seni ludruk yang paling ideal diupayakan dari kalangan pelajar. “Mulai pelajar SD hingga SMA, sebagai materi muatan lokal dan perlu gerakan yang terprogram dan totalitas ludruk masuk sekolah,” terang Agus Romli.
Ia menambahkan gerakan ludruk masuk sekolah bisa berhasil jika ada sinergi yang optimal antara pemerintah kota, pelaku seni ludruk, dan masyarakat. “Ludruk sebagai kegiatan olah rasa juga harus dikembangkan bukan olahraga saja. Ini sangat penting bagi aktifitas pendidikan karakter, dalam seni ludruk kaya nilai-nilai humanisme yang sangat menunjang pendidikan budi pekerti,” urai Agus Romli yang alumni Stikosa-AWS 1988.
Bicara aktifitas purna PNS kata Agus Romli, dirinya kini “bertapa” paska menderita penyakit dalam dan banyak berkarya di rumah.
“Ya menggarap ludruk masih bertahan, kendati terbatas di lingkungan kelurahan tempatnya dia bermukim,” pungkas Agus Romli yang kini mulai membuat puisi humor untuk diterbitkan dalam Antologi Puisi Humor Pelawak Lucu Usia Emas (Pelumas) “Kugapai Bulan Kudapat Katak”. (*)