Ayah Korban Tragedi Kanjuruhan: Saya Ingin Kejujuran, Ini karena Gas Air Mata
JAKARTA-KEMPALAN: Orang tua korban jiwa Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok tak kuasa menahan tangis saat menghadiri proses Autopsi jasad kedua putrinya.
Dua korban jiwa Tragedi Kanjuruhan, Natasya Debi Ramadani (16) dan Naila Debi Anggraini (13) menjalani autopsi di TPU Dusun Patuk, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, pada Sabtu (5/11/) siang.
Devi Athok terlihat begitu emosional. Pria berusia 58 tahun itu bahkan menjerit meminta maaf kepada kedua anaknya saat dibopong keluar area autopsi.
“Sepurane, Nak (mohon maaf, Nak).” teriak Devi saat dibopong keluar.
Sanak saudara dan kawan Aremania yang hadir berupaya menenangkan Devi, namun duka yang mendalam membuatnya terus menangis histeris selama proses autopsi.
“Anakku mati diracun yah.” teriaknya saat mulai kehilangan kesadaran di tengah kerumunan, dikutip dari Kompas.
Dengan tubuh yang semakin lemas, Devi kemudian dibopong keluar dari kerumunan dan diistirahatkan di ambulans yang terletak 50 meter dari lokasi otopsi.
BACA JUGA: Terkait Hasil Owner Meeting, Bos Persib: Belum Ada Hasil Apa-Apa
Setelah sadar kembali, Devi Athok terlihat lebih tenang, namun wajahnya tetap menunjukkan kesedihan yang sangat mendalam.
Devi kemudian kembali mendekat ke lokasi autopsi, tetapi tidak kembali masuk ke dalam tenda.
Air mata Devi terus mengalir membasahi baju yang dia kenakan saat dirinya menerawang jauh melihat tenda otopsi yang ditutup kain berwarna biru.
Devi berharap proses autopsi ini dapat membuka benang merah untuk mencari kebenaran terkait penyebab kematian kedua putrinya dan 133 korban jiwa tragedi Kanjuruhan lainnya.
“Saya ingin kejujuran, keterbukaan, keadilan untuk kedua anak saya Natasha dan Nabila. Mereka dibantai, diracun, mereka menghitam, bibir Natasha keluar darah, Lala mulutnya keluar busa.” kata Devi Athok.
“Badannya tidak ada bekas terinjak-injak, tetapi isinya (menunjuk mulut) keluar darah, kasihan. Jangan dibohongi lagi, ini memang karena gas air mata.” tambahnya.
(*) Edwin Fatahuddin