Sastra Jawa di Jawa Timur
KEMPALAN: KINI kita telah memasuki bulan Oktober, bulanyang identik dengan bulannya para pemuda. Sebab pada 28 Okotber 1928 lalu, para pemuda kita telah bersumpah: bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sejalan dengan bulan Oktober merupakan bulan yang selalu mengingatkan kita untuk berbahasa satu bahasa Indonesia, dan sekaligus mengajak untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar, maka bulan Oktober juga punya sebutan, sebagai “Bulan Oktober Bulan Bahasa.”
Berangkat dari persoalan pemuda yang dengan gagahnya menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia tersebut; dengan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi mereka sebenarnya masih banyak yang cinta pula bahasa Ibunya, bahasa Jawa. Mereka para pelajar tersebut tetap mencintai bahasa Ibu-nya, bahasa Jawa; dengan tetap belajar sastra Jawa. Pembuktiannya jelas, bahwa masih banyak pelajar yang tetap mengikuti lomba-lomba baca dan tulis geguritan, yang notabene berbahasa Jawa tersebut.
BACA JUGA: Catatan Lawas Malsalis dan Langkah Warumas
Bahasa Jawa, menurut saya pribadi mempunyai kekayaan kosa kata yang ‘luar biasa’ banyaknya. Bayangkan, ketika dalam pohon kelapa, mempunyai penamaan nama kosa kata yang berbeda-beda sebutannya. Daunnya saja, masih muda, disebut ‘janur’ sudah kering berubah nama ‘ blarak’. Batang daunnya disebut ‘biting’. Bunganya disebut ‘manggar’, kelapanya yang masih muda disebut ‘cengkir’, agak tua sedikit disebut ‘degan’, baru ketika sudah tua disebut ‘kerambil’. Batangnya mempunyai sebutan nama ‘glugu’. Belum lagi, buahnya yang punya sebutan nama, ‘sepet’ untuk kulit buah, ‘batok’ untuk pelapis ‘kerambil’-nya. Dan masih banyak lagi sebutan lainnya.
Itu semua, hanyalah sebagian kecil dari kekayaan ‘kosa kata’ bahasa Jawa, yang ada dalam satu nama pohon. Belum lagi nama-nama pohon lainnya.