Terima kasih Jenderal, Telah Mengoreksi Diri
KEMPALAN: TIADA kebahagiaan melebihi kebahagiaan saat meyakini aparat hukum bersungguh – sungguh mau menegakkan hukum walaupun kejahatan itu terjadi di dalam tubuhnya sendiri.
Memang seperti itulah yang kita rasakan sejak Kamis (4/7) ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengupdate langsung perkembangan pengusutan kasus “Polisi Tembak Polisi”. Meski tampak terbata- bata, Kapolri sudah menunjukkan kerja nyata menuntaskan kasus yang menghebohkan itu. Yang bukan hanya mempermalukan korps Bhayangkara, tetapi juga terutama seluruh bangsa Indonesia. Rakyat yang dengan segala keterbatasan membiayai penyeleggaraan negara melalui setoran pajaknya.
Memang, kita sudah semakin diyakinkan ketika untuk ketiga kalinya Presiden Jokowi kembali mengingatkan jajaran Polri agar membuka kasus yang menewaskan Brigadir Joshua seterang- terangnya 8 Juli lalu. Seruan Presiden Jokowi penting. Karena itu perwujudan kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi. Meletakkan posisi publik di tempatnya yang tepat : sebagai “atasannya”. “Supaya, tidak ada keraguan lagi di dalam masyarakat,” kata Presiden Jokowi.
Wajar jika seluruh rakyat bahagia. Sudah bertahun- tahun hanya menjadi penonton dalam dinamika politik bangsa, didikte dalam urusan penanganan ekonomi, dan hanya menjadi obyek dalam urusan hukum.
Hampir diperdaya
Dalam urusan “Polisi Tembak Polisi” ini saja pun publik hampir saja “diperdaya”. Disuruh mengikuti “skenario cerita” yang disusun oknum di markas polisi. Seperti di awal peristiwa itu terjadi. Yang sangat tidak masuk akal.
Masih sangat lekat dalam ingatan, bahkan sempat ada oknum penegak hukum dan oknum otoritas pers di Tanah Air hendak ” bersekongkol” hendak membungkam rakyat melalui saluran media pers.
Tidak. Sekali ini tidak. Publik berhak tahu. Rakyat berhak ragu. Berhak menguji argumentasi – argumentasi penegak hukum mengenai duduk perkara pembunuhan Brigadir Joshua di rumah atasannya. Terlalu mahal biaya pengabdian aparat berpangkat rendah itu jika mati tanpa kejelasan.