Belum Pernah Saya Melihat Ibu Mega Semurka Itu
Dalam diskusi kecil di WAG komunitas Pemimpin Redaksi Indonesia, saya mengutarakan beberapa hal. Pilpres 2024 memang merupakan kesempatan (mungkin terakhir) bagi PDI-P untuk menguji kembali calonnya dari Trah Soekarno.
Benar, PDI-P telah berhasil mengantarkan kader PDI-P yaitu Jokowi menjadi presiden, namun semua orang tahu, itu bukanlah yang sesungguhnya PDI-P maui. Jokowi bukan pendiri dan Trah Soekarno. Mbak Mega sudah merasakan kesulitan “mengendalikan” kader yang bukan Trah Soekarno yang menjadi Presiden RI.
BACA JUGA: Membaca Pesan Politik Surya Paloh dan Partai Nasdem
Jokowi sendiri pun dalam pengakuannya baru-baru ini mengkonfirmasi dia kerap berbuat “seperti anak nakal” tidak menurut Ibu Megawati. Ada juga persoalan Ganjar Pranowo yang mengganjal. Dan, banyak persoalan lagi.
Sejak reformasi, memang baru Partai Demokrat yang berhasil mengantar calon sendiri dari trah pendiri parpol menjadi presiden RI.
Persoalan internal
DR Acep Iwan Saidi, Pakar Semiotika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang biasa membaca ekspresi orang memperkuat analisis saya. ” Ini ekspresi langka dari Bu Mega, agak serius, eksplisit, sensi. Mega biasanya bersikap sebaliknya dari ini. Padahal, pilpres dan masa pencalonan juga kan relatif masih lama. Mungkin perebutan di internal PDI-P tajam membuat Mega sedang gelisah karena Puan terancam,” papar Asep.
Ilmu Semiotika berasal dari bahasa Yunani “Semeion”, yang berarti tanda. Ilmu yang mempelajari tanda (sign). Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Dan tanda tidak terbatas pada benda (Zoest, 1993:18).