Konstitusi yang Diingkari, Petaka yang Menghampiri
Daniel Mohammad Rosyid
KEMPALAN: Sebagai manusia yang dilahirkan oleh ayah dan ibu di Republik ini, kita adalah warga negara yang memiliki hak-hak yang dijamin oleh konstitusi. Seperti halalnya ayah ibu kita hidup di negeri ini, halal juga kita hidup di sini, Rumah Kita. Tidak ada satu setanpun yg boleh mengusir kita dari negeri ini tanpa alasan yang konstitusional. Adalah tugas pemerintah yg diberi amanah, melalui konstitusi pula, oleh negara untuk menjamin pemenuhan hak-hak kita itu setelah sekian lama dirampas oleh penjajahan. Konstitusi itu adalah pernyataan kemerdekaan bangsa ini. Tanpa konstitusi itu pelindung kita itu maka kehidupan kita sebagai warga negara akan jatuh sebagai budak.
Pemerintah boleh saja mengatakan telah menghabiskan banyak anggaran, bahkan dengan berhutang, tapi tetap saja pemerintah harus mempertanggungjawabkan penggunaannya untuk membebaskan kita dari perbudakan. Pemerintah, atas amanah konstitusi, memiliki hampir semua sumberdaya. Dan itu cukup jika dikelola dengan benar. Tapi, saat pemerintah berganti, datang dan pergi, ternyata tidak banyak pemerintah memiliki kesanggupan dan kompetensi teknis dan moral untuk melaksanakan amanah konstitusi itu, yaitu membebaskan warga negara dari perbudakan, kelaparan, keyatiman tanpa perlindungan, dan kemiskinan.
Sudah cukup lama sejak reformasi, warga negara dijadikan sekedar jongos politik melalui pemilu yang nyaris selalu berakhir memilukan. Kemudian warga negara juga dijadikan pula jongos ekonomi untuk secara patuh menjalankan mesin-mesin pabrik milik investor asing, dan aseng dengan imbalan yang tidak seberapa. Berbagai undang-undang dibuat dan ditafsirkan bukan untuk kepentingan warga pemilih, tapi untuk kepentingan segelintir elit yang makin serakah mengumpulkan hampir semua sumberdaya ekonomi dan politik. Hukum pun dipermainkan tajam ke bawah tumpul ke atas. Terkadang juga untuk mengkriminalisasi ulama atau memudahkan seks bebas di kampus. Aparat diperkuat untuk makin leluasa menangkap dan memenjarakan warganya sendiri. Maladministrasi publik terjadi dengan skala yang makin luas sehingga membahayakan eksistensi Republik.
Sementara itu, berbagai bencana telah memporak-porandakan kehidupan masyarakat banyak, menyisakan penderitaan dan kepedihan. Pandemi dijadikan alat untuk melakukan berbagai pembatasan konon untuk mencegah penularan, tapi terbukti telah merampas kemerdekaan kita. Bahkan ada yang mengambil untung di atas nestapa masyarakat selama pandemi ini. Lingkungan hidup pendukung semua upaya membangun Republik telah semakin rusak oleh ulah tangan manusia. Kualitas air, udara dan tanah serta laut akibat berbagai pencemaran terus menurun dengan kecepatan yang makin mengkhawatirkan. Anak dan cucu kita mendatang mungkin tidak mewarisi apapun kecuali lingkungan yang rusak, hutang yang menggunung yang merampas kemerdekaan dan memperbudak mereka. Ini tidak bisa diterima.
Jika membangun adalah memerdekakan, seharusnya setiap pemerintah berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk memperluas kemerdekaan yg awalnya sudah diproklamasikan oleh the founding fathers, dipertahankan dan dilanjutkan oleh para generasi penerusnya; tidak mempersempitnya dengan membiarkan kekuatan-kekuatan asing nekolimik menjarah negeri, atau bahkan bersekongkol dengan mereka itu. Jika ada gelagat pengingkaran terhadap tugas-tugas konstitusional itu, para patriot bangsa harus siap menempuh jalan yang diilhamkan oleh Pembukaan UUD45 untuk konsisten berjuang mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Tugas kita yang mengaku beriman saat ini hanya memantaskan diri agar Allah swt Tuhan YME mendatangkan kebenaran konstitusi, maka insya Allah kebathilan perbudakan akan pergi. Let us do our best and let Him do the rest.
Pamekasan, 18/12/2021
(Inspirasi Al Balad)
Editor: Reza Maulana Hikam