AFF 2020, dan Kelompok Pelangi yang Mewarnai
KEMPALAN: Sosialisasi dukungan pada LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) terus didesakkan tidak cukup di sektor hiburan (entertain), tapi juga pada cabang olahraga, khususnya sepakbola.
Pada Piala AFF 2020, Konfederasi Sepak Bola Asia Tenggara (5 Desember 2021- 1 Januari 2022), desakan dukungan ke arah itu tampak. Memang tidak memaksa tapi “seikhlasnya”. Mulai dengan sosialisasi ban kapten tim, yang biasa dikenakan di lengan, diharap memakai corak motif pelangi. Yang itu dikenal sebagai lambang LGBT.
Ban kapten pelangi itu sudah dipakai tim Thailand saat bertanding melawan Timor Leste. Dipakai juga tim Myanmar saat melawan Singapura. Thailand memilih memakainya, itu pertanda negara hadir atau setidaknya bersimpati pada LGBT. Untuk Thailand tidaklah terlalu mengagetkan. Budayanya yang bebas memang memungkinkan. Tapi untuk Myanmar yang junta militer, tentu mengejutkan.
Mengenakan atau tidak mengenakan, memang belum menjadi paksaan. Pilihan mendukung atau sebaliknya, ada pada negara masing-masing. Mau gunakan ban kapten dengan warna pelangi atau tidak juga tidak masalah. Tapi setidaknya ban kapten sudah mulai disosialisasikan.
Ketua Umum PSSI, Muhammad Iriawan, memastikan Indonesia tidak akan memakai ban kapten pelangi. Sungguh kesyukuran tersendiri. Tapi sampai kapan Indonesia bisa bertahan dari gempuran kelompok pelangi, ini sebenarnya yang perlu jadi perhatian serius.
Sebelumnya, ban kapten pelangi ini mulai disosialisasikan pada Euro 2020 di Jerman. Memang Jerman merupakan negara Barat paling awal menerima LGBT sebagai hal wajar, bahkan menghalalkan perkawinan sejenis, di samping Belanda tentunya.
Maka, pesta akbar sepakbola di belahan Eropa itu menemukan momentum tepat bagi Jerman sebagai tuan rumah menyambut dengan sukacita. Seolah ingin membangun kesan, bahwa LGBT bisa diterima dengan baik tanpa diskriminasi.
Kiper yang juga kapten tim Jerman saat itu, Manuel Neuer, di lengannya tampak mengenakan ban kapten corak pelangi. Tidak ketinggalan VW, perusahaan mobil Jerman, pada board iklan di pinggir lapangan menampilkan iklan mobil dengan warna dasar pelangi mencolok. (Silahkan lihat opini saya sebelumnya, “Euro 2020, dan Kelompok Pelangi yang Mewarnai”, Kempalan, 12 Juni 2021).
Merangsek Lewat Pintu Mana Saja
LGBT yang dengan pendanaan tidak kecil itu terus merangsek ke seluruh penjuru dunia. Masuk lewat pintu mana saja yang memungkinkan bisa dimasukinya. Kesetaraan yang diinginkan, tentu bukan kesetaraan yang dituntut Kartini dulu kala, yang setara antara laki-laki dan perempuan, tapi kesetaraan agar kaum LGBT dapat diterima publik. Dapat hidup tanpa diusik, di tengah-tengah kaum heteroseksual.
Kehadirannya ingin tidak ditabukan apalagi dianggap “sakit”. Berharap bisa berfungsi sosial, sebagaimana pasangan legal lainnya.
Isu-isu kesetaraan ini, bahkan di back up PBB lewat lembaga United Nations Development Program (UNDP). Bahkan UNDP kucurkan Rp 108 M untuk dukung sosialisasi LGBT di Indonesia, dan 3 negara Asia lainnya.
Mahfud MD, saat masih menjabat sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (DP-BPIP), mengaku bersyukur bahwa proses legislasi revisi KUHP untuk mengkriminalkan pelaku LGBT di DPR tidak tergoalkan. Mahfud mengatakan, bahwa kucuran dana miliaran rupiah dari luar negeri untuk mempengaruhi DPR RI agar mengakomodasi kepentingan kelompok pro-LGBT dalam KUHP itu bukan isapan jempol.
Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla (JK), menyampaikan pernyataan tegas, agar Badan Program Pembangunan PBB/UNDP menghentikan aliran dana bagi kegiatan kelompok LGBT.
Dengan dana “sosialisasi” yang melimpah, maka proyek LGBT ini bisa dilihat dari tontonan televisi di negeri ini. Televisi, juga film, turut andil memasukkan unsur LGBT baik samar-samar maupun terang-terangan.
Maka…