Tentang Suara

waktu baca 4 menit
Ilustrasi mikrofon. (Israel Palacio-Unsplash)

Hamid Abud Attamimi

Aktivis Pendidikan dan Dakwah, tinggal di Cirebon

KEMPALAN: Ada banyak frekuensi suara yang mampu kita dengar, ada yang sayup atau samar-samar, pun ada yang tegas serta jelas.

Cara pengungkapannya pun beraneka ragam, sesuai situasi dan kondisinya. Pada situasi tertentu cukup diutarakan dengan santai, namun di kondisi tertentu perlu lebih lantang setengah berteriak, apalagi jika disampaikan oleh seorang orator ulung.

Tetapi ini bukan tentang suara-suara tersebut di atas, suara yang ini tidak terdengar sama sama sekali, dengan alat secanggih apapun.

Suara ini bahkan sama sekali tak membutuhkan indra pendengaran, justru yang mampu menangkapnya adalah indra penglihatan.

Suara yang dimaksud adalah rangkuman pendapat dan pemikiran yang kemudian direfleksikan dalam sebuah Pilihan.

Suara adalah Pilihan yang didasarkan atas hak yang diberikan oleh aturan formal atau Undang-Indang pada seseorang atau sekelompok orang karena kedudukannya.

Jadi suara yang ini lebih jelas nada dan intonasinya, karena tidak setiap orang memilikinya, sekalipun dia punya mulut serta lidah.

Maka sering kita dengar tentang dibedakannya antara Hak Suara dan Hak Berbicara.

Hak Berbicara sama sekali tidak terkait dengan mekanisme Pemilihan, tapi lebih pada hak untuk menyampaikan pendapat atau saran, maka sifatnyapun lebih longgar dan tidak spesifik.

Undang-Undang pun memberikan nya karena pada si pemilik suara melekat hak dan kewajiban, artinya Hak Suara tidak serta merta dimiliki.

Si pemilik suara harus membuktikan secara legal formal dia memiliki kualifikasi untuk menunaikan haknya, dan bahkan sekalipun tidak tertulis, dia secara moral seharusnya menyadari pantaskah dia menyandang Hak Suara tersebut.

Sebagai seorang Muslim lazim berpikir untuk tidak mendahulukan menuntut Hak, menunaikan Kewajiban jauh lebih mulia, bahkan Hak itu jadi sebuah keniscayaan jika kita telah merampungkan kewajiban.

Mengapa demikian?

Memilih atau membuat pilihan itu tak cuma punya konsekuensi yuridis, tapi juga sosiologis, apalagi pada sebuah Negara atau bahkan Organisasi sekalipun.

Pilihan akan mengikat semua, baik yang menggunakan ataupun yang tidak, baik yang kemudian hasilnya sesuai pilihan maupun yang berbeda.

Maka kemudian muncul…

BACA LAINNYA

Tahun Baru

Kempalan News
0
0

Khilafatul Muslimin

Kempalan News
0

Negeri Penyembah Uang

Kempalan News
0
0

Pengkhianat

Kempalan News
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *