Prof Bill vs Prof. Mahbubani

waktu baca 6 menit
Joko Widodo. (Kominfo)

Tetapi, kata Pak Bill, demokrasi Indonesia sekarang sedang dibongkar dan mengalami kemunduran, dan malah sudah bergerak menuju otoritarianisme. Kemerosotan itu, terlihat dari beberapa faktor, yaitu kejujuran dalam pemilu (electoral integrity), kebebasan sipil (civil liberties), kontrol terhadap kekuasaan eksekutif, lemahnya oposisi di parlemen, partisipasi publik yang turun, pelaksanaan hukum yang tidak independen, dan keterlibatan militer dalam politik.

Kemerosotan pada tujuh komponen demokrasi itulah yang dilihat oleh Pak Bill sebagai indikasi merosotnya demokrasi di Indonesia. Pak Bill mengatakan bahwa komitmen masyarakat Indonesia terhadap demokrasi masih tetap sangat kuat, meskipun dalam kondisi sulit karena pandemi seperti sekarang ini. Publik Indonesia tetap menginginkan pemerintahan yang demokratis, dan menolak ‘’pemimpin kuat’’ yang tidak demokratis.

Pak Bill menyoroti terjadinya iregularitas dalam pelaksanaan pemilu 2019 yang digabung antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Karena beratnya beban kerja, banyak petugas yang meninggal dunia. Karena itu banyak yang mengusulkan agar pelaksanaannya dipisah. Tetapi, pemerintah Jokowi terlihat akan tetap mempertahankannya pada pemilu 2024.

Pilkada serentak pada 2020 juga dianggap sebagai iregularitas demokrasi. Perhelatan itu tetap dilaksanakan di tengah kondisi pandemi yang masih tinggi. Masukan dari komunitas kesehatan agar pilkada serentak ditunda, tidak diindahkan oleh Jokowi.

Pak Bill mengutip survei yang dilakukan Freedom House yang menempatkan Indonesia pada posisi ‘’partly free’’ pada 2005. Posisi itu bertahan sampai 2013 ketika Jokowi masih menjadi gubernur DKI. Ranking Indonesia merosot pada 2017 setelah Jokowi menjadi presiden.

Dari skor tertinggi 65, skor Indonesia merosot menjadi 62 lalu turun lagi menjadi 61, dan kemudian terakhir hanya mengumpulkan skor 59. Untung Indonesia masih masuk dalam kategori ‘’partly free’’ meskipun rankingnya mepet.

Hasil penelitian Pak Bill ini jauh lebih bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dibanding tulisan Kishore Mahbubani yang tidak didasari dengan riset yang standar. Hasilnya berbalik 180 derajat. Mahbubani menyebut Jokowi jenius, tapi Pak Bill menyimpulkan Jokowi jeblok.

Kalimat pertama tulisan Mahbubani mengatakan, ‘’berita buruk menyebar, dan berita baik tinggal di tempat’’. Tulisan Pak Bill ini masuk kategori baik atau buruk? Terserah Anda. (*)

Editor: Reza Maulana Hikam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *