Sertifikat Covid-19, Dijual di Snapchat
PARIS-KEMPALAN: Salah satu media sosial, Snapchat, menjadi tempat umum untuk menjual sertifikat vaksin COVID-19 palsu. Barang ini dijual kepada para pengguna medsos tersebut.
Sertifikan vaksin COVID-19 palsu dijual kepada orang-orang yang enggan untuk divaksin di Prancis, namun ingin menikmati keuntungan yang ditawarkan oleh benda itu. Harganya bervariasi hingga ada yang mencapai 300 Euro.
Bahkan salah satu akun penjual menyatakan bahwa vaksinasi bisa menjadi sekedar pilihan karena ia menjual sertifikat itu.
Hal ini dikarenakan mereka yang ingin berbelanja di pusat perbelanjaan harus menunjukkan kartu vaksin yang membuktikan mereka sudah divaksin sepenuhnya, sudah terpapar COVID-19 dan sembuh, atau/dan telah dites negatif.
Kebijakan itu menyebabkan banyak demonstrasi di Eropa, seperti di Prancis dan Jerman, yang mana sejumlah orang menganggap kebijakan semacam itu akan mengganggu kebebasan mereka dan diskriminatif. Kondisi semacam ini dimanfaatkan beberapa oknum untuk meraup keuntungan.
Kantor berita Euronews yang menelisik tentang permasalahan ini menemukan hanya dengan menuliskan “kartu vaksin palsu” memunculkan sejumlah akun yang menjualnya, meskipun media sosial itu memiliki kebijakan yang melarang penggunaan platformnya untuk aktivitas kriminal semacam pemalsuan yang dilakukan akun-akun itu.
Ada akun yang mengaku dapat menyediakan kartu vaksin atau yang dikenal di Prancis sebagai pass sanitaire (kartu kesehatan) dalam jangka waktu hitungan jam. Banyak akun yang baru dibuat dalam beberapa hari terakhir dengan maksimum delapan hingga sepuluh jam sudah jadi kartunya.
Melansir Euronews yang mengutip penelisikan oleh AFP, para akun itu hanya akan menanyakan nama lengkap, email, nomor asuransi, serta alamat pengiriman untuk menerima kartu yang mereka buat. Beberapa akun bahkan mengaku mereka memiliki reputasi yang baik dalam memperjualbelikan dokumen yang berkaitan dengan Covid-19.
Adapun, para pemalsu itu, apabila tertangkap, akan menghadapi hukuman hingga lima tahun penjara dan denda sebesar 150.000 Euro, sementara pembelinya bisa kena hukuman penjara hingga tiga tahun. (Euronews, reza hikam)